PGRI Tolak Rencana Uji Kompetensi Guru (UKG)
JAKARTA (SK) – Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo menolak rencana uji kompetensi guru yang diselenggarakan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), jika hasilnya
nanti dipergunakan untuk melakukan pemotongan tunjangan profesi.
“Boleh uji kompetensi guru, asalkan untuk pemetaan saja,” kata
Sulistiyo disela pertemuan Forum Pimpinan Penyelenggara dan Pimpinan
PGRI, di Jakarta,
Sulistiyo menjelaskan, proses seleksi perolehan tunjangan profesi sebelumnya membutuhkan sejumlah persyaratan panjang yang harus dipenuhi guru. Semua upaya itu seketika akan hilang, ketika guru ternyata tidak lulus dalam uji kompetensi.
“Kesejahteraan guru dipertaruhkan hanya pada satu kali ujian tulis bernama uji kompetensi. Padahal, syarat untuk memperoleh tunjangan profesi sudah dipenuhi,” ucap Sulistiyo.
Ia berharap uji kompetensi guru yang akan digelar Kemendikbud dalam waktu dekat tak mempengaruhi kesejahteraan guru. Hasilnya hanya dipergunakan pemerintah untuk pemetaan kualitas guru.
“Lewat pemetaan itu, guru-guru yang tidak memiliki kemampuan tertentu harus diberi pelatihan. Bukannya malah dipotong tunjangan profesinya. Itu tidak adil,” ucapnya.
Sulistiyo mengakui bukan perkara mudah bagi para guru, terutama mereka yang sudah mengajar selama puluhan tahun untuk ikut ujian. Apalagi ujian tersebut tidak mencakup hal-hal yang dipelajarinya di sekolah.
“Jika hanya mengandalkan pada uji kompetensi, saya khawatir yang banyak lolos adalah guru-guru muda karena mereka biasa menghadapi model tes semacam itu. Lalu bagaimana dengan para guru di daerah, bagaimana mereka bisa mengerjakan ujian semacam itu jika sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh model-model pelatihan,” ucapnya menegaskan.
Jika pemerintah tetap ngotot menyelenggarakan uji kompetensi dengan dampak pemotongan tunjangan profesi, pihaknya akan melakukan protes keras. Karena tindakan itu melanggar Undang-Undang Guru dan Dosen.
Sulistiyo menjelaskan, proses seleksi perolehan tunjangan profesi sebelumnya membutuhkan sejumlah persyaratan panjang yang harus dipenuhi guru. Semua upaya itu seketika akan hilang, ketika guru ternyata tidak lulus dalam uji kompetensi.
“Kesejahteraan guru dipertaruhkan hanya pada satu kali ujian tulis bernama uji kompetensi. Padahal, syarat untuk memperoleh tunjangan profesi sudah dipenuhi,” ucap Sulistiyo.
Ia berharap uji kompetensi guru yang akan digelar Kemendikbud dalam waktu dekat tak mempengaruhi kesejahteraan guru. Hasilnya hanya dipergunakan pemerintah untuk pemetaan kualitas guru.
“Lewat pemetaan itu, guru-guru yang tidak memiliki kemampuan tertentu harus diberi pelatihan. Bukannya malah dipotong tunjangan profesinya. Itu tidak adil,” ucapnya.
Sulistiyo mengakui bukan perkara mudah bagi para guru, terutama mereka yang sudah mengajar selama puluhan tahun untuk ikut ujian. Apalagi ujian tersebut tidak mencakup hal-hal yang dipelajarinya di sekolah.
“Jika hanya mengandalkan pada uji kompetensi, saya khawatir yang banyak lolos adalah guru-guru muda karena mereka biasa menghadapi model tes semacam itu. Lalu bagaimana dengan para guru di daerah, bagaimana mereka bisa mengerjakan ujian semacam itu jika sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh model-model pelatihan,” ucapnya menegaskan.
Jika pemerintah tetap ngotot menyelenggarakan uji kompetensi dengan dampak pemotongan tunjangan profesi, pihaknya akan melakukan protes keras. Karena tindakan itu melanggar Undang-Undang Guru dan Dosen.